Wednesday, August 20, 2003

Jalan Hidup yang Membebaskan

Kawan, apakah Anda sedang membayangkan “Teologi Pembebasan” seperti bukunya Michael Lowy , atau Novel “Saman” – nya Ayu Utami ? ah, ..sayang sekali, mungkin lain kali, karena tulisan ini (hanya) akan berbicara mengenai sebuah agama Pembebasan, ok ?

Menurut pemahaman saya, agama Hindu adalah suatu upaya pencarian kebenaran tanpa kenal lelah. Dengan demikian ia adalah agama untuk selamanya. Disisi yang lain, ia juga sebuah jalan/cara hidup (a way of life). Untuk menjelaskan hal ini saya ingin mengutip perkataan Nietzsche kepada Ibundanya, seorang Kristen (Lutheran) : “ jika Anda haus akan kedamaian jiwa dan kebahagiaan, percayalah !
jika Anda ingin menjadi murid kebenaran, carilah !”
Kalimat diatas terkesan dikotomis (terpisah, pen) namun di Hindu, bisa jadi satu, mengapa ?
Hinduisme, tidak secara dogmatik menyatakan bahwa pembebasan akhir hanya dimungkinkan dengan satu cara. Hinduisme (hanya) merupakan satu cara untuk satu tujuan dan semua cara yang akhirnya akan membawa pada satu tujuan, disepakati secara bersama-sama.
Ia (Hindu) memperkenalkan kemerdekaan mutlak terhadap pikiran rasional dari manusia, Hinduisme tidak bersandar pada penerimaan suatu doktrin tertentu, ataupun ketaatan akan beberapa macam ritual dan pemujaan tertentu. Hinduisme adalah agama Pembebasan !
Bahkan, ..Hinduisme tidak menyalahkan mereka yang mengingkari Tuhan sebagai Pencipta dan Penguasa alam semesta, juga pada mereka yang tak menerima kebenaran dari kekekalan atman serta keadaan Moksa. Anda tidak percaya ..?
Sahabat, seperti yang kita ketahui bersama Filsafat Hindu dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar ; 6 sistem filsafat ortodox dan 6 sistem filsafat heterodox.
6 sistem filsafat ortodox atau yang dikenal dengan Sad Darsana adalah 6 cara mencari kebenaran yang secara langsung berasal dari kitab-kitab Weda. Darsana secara harfiah artinya pandangan atau sistem filsafat, sehingga literatur Darsana, sifatnya Filosofis. Setiap Darsana merupakan satu cara mencari kebenaran, suatu titik kebijakan dalam hal kebenaran. Mereka adalah :
1. Nyaya 4. Yoga
2. Waisesika 5. Purwa-Mimamsa
3. Sankhya 6. Uttara-Mimamsa atau Wedanta
Sistem filsafat heterodox adalah sistem filsafat yang tidak mempercayai otoritas
(kebenaran dan kewenangan) Weda. Enam sistem itu adalah :
1. Aliran materialistik (Carwaka)
2. Sistem jaina (Jaina)
3. Aliran pengenalan atau Waibhasika (Buddhistik)
4. Aliran perwakilan atau Sutrantika (Buddhistik)
5. Aliran idealisme atau Yocacara (Buddhistik)
6. Aliran nihilisme dari Madyamika (Buddhistik)
Dengan mengetahui hal-hal diatas, maka tiada seorangpun dikeluarkan dari agama Hindu, dan tiada seorangpun dihukum (karena memiliki pemikiran yang berbeda) dalam agama Hindu.
Sampai disini, kawan-kawan pasti banyak pertanyaan. Bagaimana dengan mereka yang Hindu/non Hindu tetapi memiliki konsep yang nyeleneh (aneh) ?
-Nietzsche (mengaku) membunuh “Tuhan” dengan mengatakan “Tuhan sudah mati”
-Siddhartha Gautama, seorang “Anak nakal Hindu” menolak otoritas Weda-Weda
-Mansur Al-Hallaj dan Syekh Siti Jenar bahkan mengatakan “Ana`l-Haqq” (Aku adalah Tuhan)
Apakah mereka menyatakan kebenaran ? ……
Sebagai jawaban atas pertanyaan tersebut, mari kita renungkan Pidato Jawaban Swami Vivekananda atas Ucapan Selamat datang di Parlemen Agama-Agama Sedunia, 11 September 1893 :
“saya bangga menjadi pemeluk satu agama yang mengajarkan kepada dunia, toleransi dan penerimaan universal. Kita percaya tidak hanya pada toleransi universal, tapi kita menerima bahwa semua agama sebagai benar. Seperti sungai yang berbeda yang memperoleh mata air mereka di sumber yang berbeda, semuanya menjadi satu di samudera, demikian jalan yang berbeda yang dijalani oleh tiap orang dengan kecenderungan yang berbeda, sekalipun beragam tampaknya, bengkok atau lurus, semua menuju Tuhan”
Konsep yang sama juga kita temui di beberapa pustaka Hindu; antara lain :
“Ekam sat, viprah bahudha vadanti”
Yang kurang lebih berarti : “Hanya ada satu kebenaran, manusia menjelaskan ini dengan cara yang berbeda ”.
Bhagawadgita IV.11 : “Bagaimanapun (jalan) manusia mendekatiku, Aku terima sama, O Arjuna, Manusia mengikuti jalanKu dalam segala jalan”
Sedemikian menariknya konsep Hinduisme (ajaran Dharma) bagi saya. Demi sebuah argumentasi, saya ingin mengatakan bahwa andaikata semua kitab suci Hindu pada suatu saat di sweeping atau dimusnahkan, Sanata Dharma ini akan segera kembali bangkit, karena Ia (Hinduisme) hanya mencari sebuah pembebasan : Kebenaran yang Mutlak !
Para sobat se-Dharma, dari semua hal yang kita pelajari sejauh ini, apakah Hindu benar-benar mengajarkan kebebasan kepada kita ? Dan, apakah tulisan-tulisan ini menyatakan kebenaran ?
Diriku pasti akan diam, membisu. Dirimu mungkin bertanya-tanya, ada apa ? mengapa engkau menggangguku, menggugah keyakinan itu ?
“Tiada seorangpun tahu apa yang benar dan apa yang salah;
Tiada seorangpun tahu apa yang baik dan apa yang buruk;
Ada satu Dewa yang bersemayam dalam dirimu;
Temukan dan ikuti perintah-perintahnya”
Siapakah Dewa yang bersemayam didalam diri kita ?
Berhati-hatilah !! Ia bukan lampu hijau bagi perilaku tidak bermoral dengan melakukan segala sesuatu sesuai perintah emosi. Emosi adalah turunan dari keterikatan akibat indera-indera yang tidak terkendali. Penyebab dari seluruh hukum sebab akibat saya dan Anda berada disini, menjalani kehidupan berulang-ulang.
Dewa yang bersemayam dihatimu dan hatiku adalah “suara hati nurani”. Ia adalah : TUHAN.
Maka, Temukan IA dan ikuti perintah-perintah-NYA !!
Terima kasih kepada Beliau, para Guru (Imajiner) yang ide/pemahamannya saya kutip kedalam tulisan ini, mereka adalah :
+ Bambang Marhiyanto, Siti Jenar Menggugat
+ Ed. Visvanathan, Apakah saya orang Hindu ?
+ G.Pudja MA, SH, Bhagawadgita (Pancama Weda)
+ I Made Titib, VEDA sabda suci (Pedoman Praktis Kehidupan)
+ Nyoman S. Pendit, Percik Pemikiran Swami Vivekananda
+ Shayk Ibrahim Gazur-i-Ilahi, Mengungkap Misteri Sufi Besar MANSUR AL-HALLAJ
+ Sri Swami Sivananda, Intisari Agama Hindu
+ St. Sunardi, Nietzche

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home

Google