Kita dan Ideologi
Pendahuluan
Ideologi (inggris);berasal dari bahasa Yunani ide (idea/gagasan) dan logos (studi tentang, ilmu pengetahuan tentang).
Secara harfiah,sebagaimana dalam metafisika klasik, ideologi merupakan ilmu pengetahuan tentang ide-ide, studi tentang asal-usul ide. Dalam pengertian modern, ideologi mempunyai arti negatif sebagai teorisasi atau spekulasi dogmatik dan khayalan kosong yang tidak betul atau tidak realistis; atau bahkan palsu dan menutup-nutupi realitas yang sesungguhnya. Dalam pengertian yang lebih netral, ideologi adalah setiap sistem gagasan yang mempelajari keyakinan-keyakinan dan hal-hal ideal filosofis, ekonomis, politis, sosial.
Pertarungan antar Ideologi
Keyakinan-keyakinan yang ideal dalam masyarakat dunia, sampai saat ini tidak membawa hasil yang memuaskan. Ia yang awalnya,diharapkan membawa pembebasan dan jalan keselamatan,ternyata malah membawa kita menuju jurang pertikaian yang menelan banyak korban. Revolusi Perancis,civil war di Amerika, pembantaian oleh Nazi Jerman, rezim Stalin di Rusia,rezim Pol Pot di Kamboja, tragedi PKI di Indonesia, dan seterusnya adalah sebagian bukti-bukti yang menggiring pemahaman masyarakat bahwa ideologi berarti pembantaian antar manusia atas nama cita-cita luhur dan gagasan yang agung. Ideologi sebagai bagian dari peradaban manusia memang menampilkan wajah ganda. Hingga kini, ia dianggap sebagai sebuah kesadaran palsu. Ini seperti yang pernah dikatakan Karl Marx, kaum elit mendominasi pandangan awam tentang dunia yang kemudian menghasilkan kesadaran palsu. Tetapi menariknya ia juga seperti candu. Beberapa kali kita menyaksikan ideologi dipuja bagai sebuah agama sehingga penganutnya sanggup berjuang hingga meregang nyawa.
Bagaimanapun pertarungan ideologi ini tetap berlangsung. Kaum kapitalis dan sosialis membawa dialektika dalam keseharian hidup sosial kita. Mereka berlomba mencipta teori-teori baru untuk meyakinkan masyarakat dunia, bahwa ini adalah jalan menuju masa depan yang baik. Para teoritis kapitalis, misalnya,melahirkan teori-teori modernisasi, antara lain: teori pembangunan,teori tabungan dan investasi, dan sebagainya. Teori kaum ini yang mutakhir adalah ide tentang Neoliberalisme melalui gerakan globalisasi dan pasar bebas. Di sisi lain,kaum sosialis pun,tak kalah "gertakan". Karl Marx,mempelopori untuk menelanjangi keserahan kaum kapitalis melalui teori Materialisme dialektika-historis, Althusser dengan teori Strukturalis, Antonio Gramsci dengan Hegemoni, hingga teori "kritis"oleh Max Hokreimer dan para penerusnya yang mengajukan kembali konsep dasar Marx, yakni pembebasan manusia dari segala belenggu penindasan dan penghisapan, tetapi secara kritis dan antidogmatis sebagai antitesis dari teori-teori pembangunan.
Di luar dua pemain besar ini,muncul juga pemikiran postmodernisme yang keluar dari tradisi enlightenment. Ragam pemikiran postmodernisme bersatu dalam sebuah ide bersama,penolakan atas "cerita-cerita besar penyelamatan manusia,menolak obyektifitas ilmu pengetahuan,dan menolak pemikiran dikotomis. Penekanan ideologi ini kepada hak untuk berbeda (the right of different). Melalui teori dekonstruksi, faham ini memutus rantai perdebatan ideologi yang bertikai beserta seluruh rasionalitas yang membenarkannya. Lalu siapakah pemenang pertarungan ideologi?
The end of History and The last man,oleh Francis Fukuyama mewartakan kemenangan kaum kapitalisme."Kita dapat menyaksikan," demikian katanya…akhir sejarah yang sedemikian itu: yakni akhir dari evolusi ideologis umat manusia dan universalisasi demokrasi liberal barat sebagai bentuk final dari sistem pemerintahan umat manusia."
Sedangkan,ilmu pengetahuan modern (teori modernisasi) telah menghasilkan pandangan seragam tentang corak produksi secara ekonomis (kapitalisme).
George Ritzer,dari kubu sosialis ,jauh-jauh hari telah mengkritisi paradigma ini dengan mengatakan kemenangan kapitalisme disebabkan karena pendukungnya lebih mempunyai kekuatan dan kekuasaan, bukan karena teori ini lebih manusiawi,lebih baik,apalagi lebih benar. Apakah pesimisme ini mengakhiri pertarungan dan juga sejarah ideologi manusia?
Pertarungan ideologi mungkin berakhir,tetapi bagi masyarakat dunia ancaman pertikaian yang lebih besar akan terjadi. Samuel P. Huntington,menulis sebuah artikel yang kemudian menjadi buku, The Clash of Civilization and The Remaking of World Order. Sejak tahun 1993,ia mengingatkan kemungkinan benturan antar peradaban dunia,yang antara lain meliputi budaya,dan agama akan mewarnai dunia di masa depan. Bom di WTC,konflik-konflik etnis, dan agama diseluruh dunia,hingga tragedi Bom Bali mungkin bisa menyadarkan betapa kita manusia, makhluk yang mulia ciptaan Tuhan menjadi sangat kejam akibat dari kesadaran palsu.
Perjalanan Ideologi bangsa Indonesia
Bangsa Indonesia sebagai bagian dunia, tak terlepas dari pengaruh ideologi sejak pra kemerdekaannya. Namun,secara umum perbedaan pandangan dari ideologi dapat dikemas menjadi sebuah alat pemersatu. Sukarno menulis dalam Suluh Indonesia Muda,tahun 1926 tentang Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme sebagai faham-faham yang menjadi roh pergerakan di Indonesia,bahkan di Asia. Tetapi jauh sebelumnya Indische Partij,Sarekat Islam,I.S.D.V (Indisch Sociaal Democratische Vereniging) telah merumuskan ideologinya masing-masing sebagai alat perjuangan. Setelah kemerdekaan,pemerintah mulai mengalami kesulitan menangani perbedaan ideologi-ideologi ini,mulai dari pemberontakan kaum komunis di Madiun, DI/TII hingga tragedi PKI tahun 1965. Sejak saat itu,seolah-olah bangsa Indonesia trauma dengan sejarah pertarungan ideologi. Maka mulailah represi rezim penguasa dengan mewajibkan semua ormas dan orpol menggunakan satu asas sebagai ideologi,Pancasila. Meski dalam prakteknya bangsa ini terseret jauh dalam sistem ekonomi kapitalisme, bahkan kapitalisme global.
Berbeda dengan masa Orde Baru yang menggunakan represi, hegemoni ,dan proses indoktrinisasi melalui P4 sebagai alat untuk meneguhkan kekuasaan,sejak era Reformasi bangsa ini mulai kembali diramaikan oleh berbagai ideologi Islam, Nasionalisme, Sosialisme, Marhaenisme, Kristen, dan sebagainya. Disisi lain,terperangkapnya Indonesia ke dalam "ideologi "Pancasila adalah pengalaman masa lalu. Ahli etika politik Prof.Dr.Franz Magnis Suseno SJ berpendapat,jangan pernah lagi menyerahkan negara dan bangsa Indonesia ini kepada ideologi manapun. Menurutnya, Pancasila sebagai dasar negara lebih tepat disebut kerangka nilai atau cita-cita luhur bangsa Indonesia secara keseluruhan. Lebih lanjut ia mengatakan, ideologi manapun termasuk komunisme,selalu punya cacat metodologik yang serius. Alasannya,karena ia telah menyelundupkan kategori paham benar-salah ke dalam politik praktis. "Kalau kategori benar-salah itu sudah menjadi sebuah praksis berpolitik, konsekuensi logikanya jelas, yakni pemerintahan akan menjadi totaliter. Padahal,dalam politik praktis sebenarnya hanya dikenal kategori baik-buruk dengan beberapa variannya. Kategori benar-salah itu hanya ada dalam kerangka sebuah teori atau ajaran dan bukan pada tataran praktis," jelasnya.
Penafsiran lain tentang Pancasila muncul dari Dr.Onghokham. Ia menyatakan, pandangan bahwa Pancasila sebagai ideologi bangsa adalah salah. Sejarawan ini mengungkapkan,dalam notulen Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia,rumusan Pancasila ada dalam dokumen yang disiapkan dalam proses pembentukan negara baru,yakni Republik Indonesia. Dengan demikian, jelasnya, Pancasila merupakan suatu dokumen politik, bukan falsafah atau ideologi. Sebuah dokumen politik dalam proses pembentukan negara baru biasanya merupakan sebuah kontrak sosial, artinya persetujuan atau kompromi antara sesama warga negara tentang asas-asas negara baru itu. Risalah badan persiapan ini menunjukkan perundingan (musyawarah) tersebut akhirnya menghasilkan sebuah kompromi.
Ragam ideologi tanah air kita belakangan ini,dengan berbagai tuntutan seperti penegakan syariah Islam,Pemilu 2004 yang bisa menjadi ajang deideologisasi Partai Politik memberi pertimbangan bagi kita bahwa sebaiknya Pancasila tidak disandingkan dengan Ideologi-ideologi tersebut. Saya (penulis) sepakat dengan pemikiran Pancasila sebagai kontrak sosial. Sebagai kontrak sosial,ia berdiri diatas semua ideologi karena ia merupakan suatu kontrak pembentukan negara. Sehingga berarti, jika Pancasila diubah maka mensyaratkan pembubaran Negara Kesatuan Repulik Indonesia terlebih dahulu.
Ideologi dan Partai Politik
Partai politik adalah perwakilan dari ide-ide yang mencerminkan gagasan tentang negara dan masyarakat yang dicita-citakan. Ideologi oleh karena itu menjadi sangat penting bagi partai politik,sebagai motivator dan penggerak utama kegiatan partai politik. Partai politik menawarkan platform partai,visi dan misi kepada warga negara,dan berusaha meyakinkan mereka untuk sama-sama berjuang. Demikianlah,hingga saat ini tercatat berbagai macam ideologi partai berkembang di negara ini,seperti Islam, Nasionalisme, Sosialisme, Marhaenisme, Kristen,dan sebagainya. Namun sayangnya,selama lima tahun era reformasi bergulir dasar formal pendirian partai-partai hanya menyisakan formalitas belaka, tanpa peran riil dilapangan.
Partai-partai politik yang ada menyaksikan bagaimana konflik etnik,agama,dan budaya berkembang di masyarakat. Disini mereka gagal berperan sebagai lembaga konflik, malah seringkali kita disodorkan kepada kenyataan para pemimpin partai yang terlibat korupsi, dan berbagai permasalahan di internal partai. Masyarakat melihat realitas yang sama sekali berbeda dengan idealitas. Partai nasionalis tidak mampu membela kepentingan bangsa dari belenggu tekanan dan pengaruh kolonoalisme ekonomi. Partai berlandaskan keagamaan belum tentu lebih agamis. Partai-partai sosialis malah sibuk dengan individualisme mereka. Apa yang sedang mereka perjuangkan? idealisme ataukah realitas?
Apa yang kita saksikan di Bali beberapa pekan yang lalu adalah kegagalan para elit partai untuk memberikan pendidikan politik bagi para kadernya. Apa yang terjadi adalah perang antar bendera,tongkat,dan kaos,yang harus mereka bayar dengan nyawa dan rusaknya citra budaya lokal. Partai-partai pada akhirnya hanya memikirkan kekuasaan, kekuasaan, dan uang.
Masyarakat sadar politik tidak akan mau menjadi korban janji-janji kosong menjelang pemilu. Masyarakat sipil yang cerdas akan melihat kebijakan publik dan operasional dari ideologi masing-masing partai. Mereka pun akan memperhatikan demokratisasi di dalam partai serta tindakan para pengurusnya. Dilain pihak,tentu saja,partai politik juga akan menunjukkan sikap dan produktivitas sesuai dengan janji-janji mereka dihadapan para kader.
Pertanyaannya,adakah partai yang layak di negara ini?
KMHDI dan Ideologi
Kita mengetahui pertikaian antar ideologi. Bahkan ancaman antar peradaban. Kita mengetahui betapa lemah pemerintahan serta partai politik yang ada. Apa yang dapat kita lakukan?
KMHDI adalah organisasi masyarakat yang bernafaskan Hindu. Kontrak sosialnya sejak awal adalah sebagai wadah pemersatu,bagi dan untuk mahasiswa yang membawa nilai-nilai Hindu. Dalam perjalanannya kemudian, KMHDI mulai merumuskan ideologinya seperti apa terdapat dalam Purwaka sejak tahun 1999. Tujuan KMHDI adalah membentuk manusia-manusia yang memiliki kualitas, yaitu Religius, Humanis, Nasionalis dan Progresif, yang bersedia berjuang di jalan Hindu untuk mewujudkan kebebasan, keadilan dan solidaritas bagi semua individu yang berada dalam suatu negara yang berasaskan demokrasi dan hukum. Visinyapun kemudian diarahkan menjadi wadah pemersatu dan alat pendidikan kader. Sedangkan misi KMHDI adalah memperbesar jumlah kader yang berkualitas,seperti yang disebutkan diatas. Secara sadar atau tidak,kita telah membangun ideologi KMHDI.
Dari pertarungan antar ideologi dunia kita mengetahui bahwa kapitalisme telah hadir dengan sistemnya yang lengkap. Seolah-olah semua aspek kehidupan berjalan lancar,produktif,efisien,adil,wajar,dan manusiawi. Padahal yang sesungguhnya terjadi adalah proses dehumanisasi. Maka untuk melawan ini,kita mau tidak mau harus berjuang di level bawah. Pengorganisasian rakyat, dalam hal ini mahasiswa menjadi hal yang mutlak. KMHDI harus menguatkan basis para penerus Hindu,dengan praksis-praksis yang mencerdaskan.
Pada tataran atas,peran pemerintah ataupun partai politik penting untuk melakukan pencerahan-pencerahan kepada masyarakat melalui wacana dan kebijakan publik yang mencerminkan keadilan sosial, serta usaha-usaha untuk menemukan kembali nilai-nilai luhur budaya bangsa.
Dari kelemahan partai politik kita bisa belajar,(1)Pentingnya operasional ideologi yang bukan cuma sekedar wacana dan menjadi retorika organisasi. Dalam hal ini, penerapan apa yang ada dalam buku-buku pedoman organisasi yang telah ada mutlak harus dilaksanakan;(2)secara internal, organisasi ini kurang koordinasi akibat komunikasi yang sangat minim,sehingga yang muncul adalah organisasi pengurus/individu. Permasalahan lainnya adalah dana untuk menggerakkan roda organisasi. Secara eksternal,nama KMHDI jarang terdengar, terutama diluar komunitas Hindu;(3) Pendidikan,hal yang mutlak untuk dilakukan sebagai sarana membentuk watak dan karakter anggota yang sadar akan nilai-nilai Hindu. Pendidikan dalam hal ini kaderisasi adalah masa depan organisasi, karena hanya melaluinya kita dapat tetap eksis.
Kondisi kehidupan berbangsa-bernegara juga mengajarkan kepada kita bahwa,ideologi bukanlah barang mati. Ideologi harus selalu terbuka atas sebuah interpretasi,sepanjang ia mampu dijelaskan secara rasional,dipahami,serta diakui oleh para anggotanya. Ideologi adalah obyek,dan anggota adalah subyek yang sadar. Bersama-sama subyek ini akan membahas dan mengaplikasikan obyek. Pemerintah Orde Baru dan perlakuannya terhadap Pancasila adalah contoh yang salah. Kita tidak butuh ideologi beserta P4 nya.
Ideologi Pendidikan
Saya senang sekali mengutip apa yang pernah dikatakan oleh seorang filsuf pendidikan, Paulo Freire, bahwa tidak ada pendidikan yang netral dan bebas nilai. Bahkan tulisan yang Anda baca sekarang inipun cukup banyak memuat ideologi yang saya yakini. Permasalahannya adalah,apakah Anda peduli? jika ideologi kita sama,maka Anda akan melanjutkan membaca,dan jika ideologi Anda berbeda dengan saya, sebaiknya Anda juga melanjutkan membaca karena paling tidak Anda mulai belajar untuk menerima perbedaan ideologis. Semoga ini akan menyenangkan.
Pendidikan hingga saat ini diyakini oleh sebagian besar orang sebagai kegiatan mulia,mengandung kebajikan, dan sekali lagi bebas nilai. Pikiran kita selama ini masih terendam mitos, tak luput juga para pendidik banyak yang tidak kunjung siuman bahwa mereka punya andil besar dalam pertarungan ideologi dan politik.
Pendidikan dimanapun dikepung situasi dilematis,pro status quo ataukah ingin menjadi agen transformasi sosial menuju masyarakat yang sadar. Dalam buku Ideologi-ideologi Pendidikan oleh William F O'neil, ahli pendidikan University Of Southern California AS ini mengupas enam ideologi yang berkembang di masyarakat dunia. ideologi-ideologi itu adalah: fundamentalisme, intelektualisme, konservatisme, liberalisme, liberasionisme, dan anarkisme. Berbagai ideologi ini kemudian disederhanakan kedalam tiga kelompok besar: konservatif, liberal, dan kritis. Para pendukung konservatif menganggap ketidak adilan sosial sebagai kodrat. Mereka berpandangan kaum miskin, anak jalanan, dan kaum kriminal, semuanya menderita karena kesalahan mereka sendiri. Kaum konservatif mengajukan bukti-bukti dari mereka yang mau berusaha banyak yang berhasil dalam studi,karier,dan hidup bebas di luar penjara. Pendukung liberal beranggapan,pendidikan tidak berkaitan dengan persoalan ekonomi dan politik. Mereka tidak melihat kaitan pendidikan dengan struktur kelas,dominasi politik ,hegemoni budaya,dan diskriminasi jender. Inilah paradigma pendidikan yang berkembang saat ini di Indonesia. Mekanisme pe-rangking-an, untuk memacu persaingan antar murid,membangun gedung-gedung,dan semua hal yang dominan kepada hal-hal fisik, pada akhirnya melalaikan pembangunan mental dan moral. Akibatnya kini kita terperosok dalam pertikaian antar etnis,agama, dan integrasi wilayah. Paradigma liberal hanyalah kosmetik. Ujung-ujungnya adalah human investment. Bangsa Indonesia telah menjadi bagian sekaligus korban dari mesin besar industri kapitalisme.
Paradigma kritis pendidikan menghendaki perubahan struktur sosial secara fundamental. Pendidikan ini mendekonstruksi struktur-struktur sosial,ekonomi, politik, dan budaya yang melambangkan ketidakadilan. KMHDI menganut ideologi pendidikan kritis. Melalui sistem kaderisasinya, mahasiswa dibimbing supaya struktur sosial, budaya, agama, politik tidak diterima begitu saja tetapi justru dipersoalkan. Pendidikan KMHDI tidak dipaksakan dengan teori-teori dari atas. Dengan cara dialogis pengajar dan siswa memulai dengan pengalaman dan pengetahuan bersama. Pengajar dan siswa adalah subyek. Obyeknya adalah realitas yang ada di masyarakat/sekeliling kita. Interaksi pengajar dan siswa dalam proses belajar ini dilakukan sebagai proses yang terus menerus sebagai tujuan untuk mencapai visi KMHDI. Dan tentu saja pendidikan kita tidak bebas nilai. KMHDI berpihak kepada nilai-nilai bersama, yaitu: religiusitas, nasionalisme, humanis, dan pemikiran yang progesif.
Penutup
Setiap orang mempunyai ide-ide dan gagasan. Dalam sebuah organisasi, ide-ide melebur menjadi satu pemahaman dan keinginan. Ideologi KMHDI adalah ideologi terbuka dan bukan dogma, yang menuntut pemahaman dan kesadaran untuk setiap tindakan. Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Dan utamanya, perjuangan adalah pelaksanaan ide-ide, gagasan. Saya meyakini ideologi yang baik adalah ideologi yang mampu di-praxis-kan. Semoga pikiran yang baik datang dari segala arah, sehingga saya dan Anda dapat menerima perbedaan-perbedaan ideologi serta mengambil yang terbaik dalam setiap tindakan. Semoga.
Referensi:
-Lorens Bagus,Kamus Filsafat
-Widodo Dwi Putro,Pertikaian Ideologi
-Samuel P.Huntington,Benturan antar Peradaban dan Masa Depan Politik Dunia
-Mohammad Nasih,Deideologisasi Partai Politik
-Onghokham,Pancasila sebagai Kontrak Sosial
-Sukarno,Dibawah Bendera Revolusi 1
- William F O'neil,Ideologi-ideologi Pendidikan
Dll.
Ideologi (inggris);berasal dari bahasa Yunani ide (idea/gagasan) dan logos (studi tentang, ilmu pengetahuan tentang).
Secara harfiah,sebagaimana dalam metafisika klasik, ideologi merupakan ilmu pengetahuan tentang ide-ide, studi tentang asal-usul ide. Dalam pengertian modern, ideologi mempunyai arti negatif sebagai teorisasi atau spekulasi dogmatik dan khayalan kosong yang tidak betul atau tidak realistis; atau bahkan palsu dan menutup-nutupi realitas yang sesungguhnya. Dalam pengertian yang lebih netral, ideologi adalah setiap sistem gagasan yang mempelajari keyakinan-keyakinan dan hal-hal ideal filosofis, ekonomis, politis, sosial.
Pertarungan antar Ideologi
Keyakinan-keyakinan yang ideal dalam masyarakat dunia, sampai saat ini tidak membawa hasil yang memuaskan. Ia yang awalnya,diharapkan membawa pembebasan dan jalan keselamatan,ternyata malah membawa kita menuju jurang pertikaian yang menelan banyak korban. Revolusi Perancis,civil war di Amerika, pembantaian oleh Nazi Jerman, rezim Stalin di Rusia,rezim Pol Pot di Kamboja, tragedi PKI di Indonesia, dan seterusnya adalah sebagian bukti-bukti yang menggiring pemahaman masyarakat bahwa ideologi berarti pembantaian antar manusia atas nama cita-cita luhur dan gagasan yang agung. Ideologi sebagai bagian dari peradaban manusia memang menampilkan wajah ganda. Hingga kini, ia dianggap sebagai sebuah kesadaran palsu. Ini seperti yang pernah dikatakan Karl Marx, kaum elit mendominasi pandangan awam tentang dunia yang kemudian menghasilkan kesadaran palsu. Tetapi menariknya ia juga seperti candu. Beberapa kali kita menyaksikan ideologi dipuja bagai sebuah agama sehingga penganutnya sanggup berjuang hingga meregang nyawa.
Bagaimanapun pertarungan ideologi ini tetap berlangsung. Kaum kapitalis dan sosialis membawa dialektika dalam keseharian hidup sosial kita. Mereka berlomba mencipta teori-teori baru untuk meyakinkan masyarakat dunia, bahwa ini adalah jalan menuju masa depan yang baik. Para teoritis kapitalis, misalnya,melahirkan teori-teori modernisasi, antara lain: teori pembangunan,teori tabungan dan investasi, dan sebagainya. Teori kaum ini yang mutakhir adalah ide tentang Neoliberalisme melalui gerakan globalisasi dan pasar bebas. Di sisi lain,kaum sosialis pun,tak kalah "gertakan". Karl Marx,mempelopori untuk menelanjangi keserahan kaum kapitalis melalui teori Materialisme dialektika-historis, Althusser dengan teori Strukturalis, Antonio Gramsci dengan Hegemoni, hingga teori "kritis"oleh Max Hokreimer dan para penerusnya yang mengajukan kembali konsep dasar Marx, yakni pembebasan manusia dari segala belenggu penindasan dan penghisapan, tetapi secara kritis dan antidogmatis sebagai antitesis dari teori-teori pembangunan.
Di luar dua pemain besar ini,muncul juga pemikiran postmodernisme yang keluar dari tradisi enlightenment. Ragam pemikiran postmodernisme bersatu dalam sebuah ide bersama,penolakan atas "cerita-cerita besar penyelamatan manusia,menolak obyektifitas ilmu pengetahuan,dan menolak pemikiran dikotomis. Penekanan ideologi ini kepada hak untuk berbeda (the right of different). Melalui teori dekonstruksi, faham ini memutus rantai perdebatan ideologi yang bertikai beserta seluruh rasionalitas yang membenarkannya. Lalu siapakah pemenang pertarungan ideologi?
The end of History and The last man,oleh Francis Fukuyama mewartakan kemenangan kaum kapitalisme."Kita dapat menyaksikan," demikian katanya…akhir sejarah yang sedemikian itu: yakni akhir dari evolusi ideologis umat manusia dan universalisasi demokrasi liberal barat sebagai bentuk final dari sistem pemerintahan umat manusia."
Sedangkan,ilmu pengetahuan modern (teori modernisasi) telah menghasilkan pandangan seragam tentang corak produksi secara ekonomis (kapitalisme).
George Ritzer,dari kubu sosialis ,jauh-jauh hari telah mengkritisi paradigma ini dengan mengatakan kemenangan kapitalisme disebabkan karena pendukungnya lebih mempunyai kekuatan dan kekuasaan, bukan karena teori ini lebih manusiawi,lebih baik,apalagi lebih benar. Apakah pesimisme ini mengakhiri pertarungan dan juga sejarah ideologi manusia?
Pertarungan ideologi mungkin berakhir,tetapi bagi masyarakat dunia ancaman pertikaian yang lebih besar akan terjadi. Samuel P. Huntington,menulis sebuah artikel yang kemudian menjadi buku, The Clash of Civilization and The Remaking of World Order. Sejak tahun 1993,ia mengingatkan kemungkinan benturan antar peradaban dunia,yang antara lain meliputi budaya,dan agama akan mewarnai dunia di masa depan. Bom di WTC,konflik-konflik etnis, dan agama diseluruh dunia,hingga tragedi Bom Bali mungkin bisa menyadarkan betapa kita manusia, makhluk yang mulia ciptaan Tuhan menjadi sangat kejam akibat dari kesadaran palsu.
Perjalanan Ideologi bangsa Indonesia
Bangsa Indonesia sebagai bagian dunia, tak terlepas dari pengaruh ideologi sejak pra kemerdekaannya. Namun,secara umum perbedaan pandangan dari ideologi dapat dikemas menjadi sebuah alat pemersatu. Sukarno menulis dalam Suluh Indonesia Muda,tahun 1926 tentang Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme sebagai faham-faham yang menjadi roh pergerakan di Indonesia,bahkan di Asia. Tetapi jauh sebelumnya Indische Partij,Sarekat Islam,I.S.D.V (Indisch Sociaal Democratische Vereniging) telah merumuskan ideologinya masing-masing sebagai alat perjuangan. Setelah kemerdekaan,pemerintah mulai mengalami kesulitan menangani perbedaan ideologi-ideologi ini,mulai dari pemberontakan kaum komunis di Madiun, DI/TII hingga tragedi PKI tahun 1965. Sejak saat itu,seolah-olah bangsa Indonesia trauma dengan sejarah pertarungan ideologi. Maka mulailah represi rezim penguasa dengan mewajibkan semua ormas dan orpol menggunakan satu asas sebagai ideologi,Pancasila. Meski dalam prakteknya bangsa ini terseret jauh dalam sistem ekonomi kapitalisme, bahkan kapitalisme global.
Berbeda dengan masa Orde Baru yang menggunakan represi, hegemoni ,dan proses indoktrinisasi melalui P4 sebagai alat untuk meneguhkan kekuasaan,sejak era Reformasi bangsa ini mulai kembali diramaikan oleh berbagai ideologi Islam, Nasionalisme, Sosialisme, Marhaenisme, Kristen, dan sebagainya. Disisi lain,terperangkapnya Indonesia ke dalam "ideologi "Pancasila adalah pengalaman masa lalu. Ahli etika politik Prof.Dr.Franz Magnis Suseno SJ berpendapat,jangan pernah lagi menyerahkan negara dan bangsa Indonesia ini kepada ideologi manapun. Menurutnya, Pancasila sebagai dasar negara lebih tepat disebut kerangka nilai atau cita-cita luhur bangsa Indonesia secara keseluruhan. Lebih lanjut ia mengatakan, ideologi manapun termasuk komunisme,selalu punya cacat metodologik yang serius. Alasannya,karena ia telah menyelundupkan kategori paham benar-salah ke dalam politik praktis. "Kalau kategori benar-salah itu sudah menjadi sebuah praksis berpolitik, konsekuensi logikanya jelas, yakni pemerintahan akan menjadi totaliter. Padahal,dalam politik praktis sebenarnya hanya dikenal kategori baik-buruk dengan beberapa variannya. Kategori benar-salah itu hanya ada dalam kerangka sebuah teori atau ajaran dan bukan pada tataran praktis," jelasnya.
Penafsiran lain tentang Pancasila muncul dari Dr.Onghokham. Ia menyatakan, pandangan bahwa Pancasila sebagai ideologi bangsa adalah salah. Sejarawan ini mengungkapkan,dalam notulen Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia,rumusan Pancasila ada dalam dokumen yang disiapkan dalam proses pembentukan negara baru,yakni Republik Indonesia. Dengan demikian, jelasnya, Pancasila merupakan suatu dokumen politik, bukan falsafah atau ideologi. Sebuah dokumen politik dalam proses pembentukan negara baru biasanya merupakan sebuah kontrak sosial, artinya persetujuan atau kompromi antara sesama warga negara tentang asas-asas negara baru itu. Risalah badan persiapan ini menunjukkan perundingan (musyawarah) tersebut akhirnya menghasilkan sebuah kompromi.
Ragam ideologi tanah air kita belakangan ini,dengan berbagai tuntutan seperti penegakan syariah Islam,Pemilu 2004 yang bisa menjadi ajang deideologisasi Partai Politik memberi pertimbangan bagi kita bahwa sebaiknya Pancasila tidak disandingkan dengan Ideologi-ideologi tersebut. Saya (penulis) sepakat dengan pemikiran Pancasila sebagai kontrak sosial. Sebagai kontrak sosial,ia berdiri diatas semua ideologi karena ia merupakan suatu kontrak pembentukan negara. Sehingga berarti, jika Pancasila diubah maka mensyaratkan pembubaran Negara Kesatuan Repulik Indonesia terlebih dahulu.
Ideologi dan Partai Politik
Partai politik adalah perwakilan dari ide-ide yang mencerminkan gagasan tentang negara dan masyarakat yang dicita-citakan. Ideologi oleh karena itu menjadi sangat penting bagi partai politik,sebagai motivator dan penggerak utama kegiatan partai politik. Partai politik menawarkan platform partai,visi dan misi kepada warga negara,dan berusaha meyakinkan mereka untuk sama-sama berjuang. Demikianlah,hingga saat ini tercatat berbagai macam ideologi partai berkembang di negara ini,seperti Islam, Nasionalisme, Sosialisme, Marhaenisme, Kristen,dan sebagainya. Namun sayangnya,selama lima tahun era reformasi bergulir dasar formal pendirian partai-partai hanya menyisakan formalitas belaka, tanpa peran riil dilapangan.
Partai-partai politik yang ada menyaksikan bagaimana konflik etnik,agama,dan budaya berkembang di masyarakat. Disini mereka gagal berperan sebagai lembaga konflik, malah seringkali kita disodorkan kepada kenyataan para pemimpin partai yang terlibat korupsi, dan berbagai permasalahan di internal partai. Masyarakat melihat realitas yang sama sekali berbeda dengan idealitas. Partai nasionalis tidak mampu membela kepentingan bangsa dari belenggu tekanan dan pengaruh kolonoalisme ekonomi. Partai berlandaskan keagamaan belum tentu lebih agamis. Partai-partai sosialis malah sibuk dengan individualisme mereka. Apa yang sedang mereka perjuangkan? idealisme ataukah realitas?
Apa yang kita saksikan di Bali beberapa pekan yang lalu adalah kegagalan para elit partai untuk memberikan pendidikan politik bagi para kadernya. Apa yang terjadi adalah perang antar bendera,tongkat,dan kaos,yang harus mereka bayar dengan nyawa dan rusaknya citra budaya lokal. Partai-partai pada akhirnya hanya memikirkan kekuasaan, kekuasaan, dan uang.
Masyarakat sadar politik tidak akan mau menjadi korban janji-janji kosong menjelang pemilu. Masyarakat sipil yang cerdas akan melihat kebijakan publik dan operasional dari ideologi masing-masing partai. Mereka pun akan memperhatikan demokratisasi di dalam partai serta tindakan para pengurusnya. Dilain pihak,tentu saja,partai politik juga akan menunjukkan sikap dan produktivitas sesuai dengan janji-janji mereka dihadapan para kader.
Pertanyaannya,adakah partai yang layak di negara ini?
KMHDI dan Ideologi
Kita mengetahui pertikaian antar ideologi. Bahkan ancaman antar peradaban. Kita mengetahui betapa lemah pemerintahan serta partai politik yang ada. Apa yang dapat kita lakukan?
KMHDI adalah organisasi masyarakat yang bernafaskan Hindu. Kontrak sosialnya sejak awal adalah sebagai wadah pemersatu,bagi dan untuk mahasiswa yang membawa nilai-nilai Hindu. Dalam perjalanannya kemudian, KMHDI mulai merumuskan ideologinya seperti apa terdapat dalam Purwaka sejak tahun 1999. Tujuan KMHDI adalah membentuk manusia-manusia yang memiliki kualitas, yaitu Religius, Humanis, Nasionalis dan Progresif, yang bersedia berjuang di jalan Hindu untuk mewujudkan kebebasan, keadilan dan solidaritas bagi semua individu yang berada dalam suatu negara yang berasaskan demokrasi dan hukum. Visinyapun kemudian diarahkan menjadi wadah pemersatu dan alat pendidikan kader. Sedangkan misi KMHDI adalah memperbesar jumlah kader yang berkualitas,seperti yang disebutkan diatas. Secara sadar atau tidak,kita telah membangun ideologi KMHDI.
Dari pertarungan antar ideologi dunia kita mengetahui bahwa kapitalisme telah hadir dengan sistemnya yang lengkap. Seolah-olah semua aspek kehidupan berjalan lancar,produktif,efisien,adil,wajar,dan manusiawi. Padahal yang sesungguhnya terjadi adalah proses dehumanisasi. Maka untuk melawan ini,kita mau tidak mau harus berjuang di level bawah. Pengorganisasian rakyat, dalam hal ini mahasiswa menjadi hal yang mutlak. KMHDI harus menguatkan basis para penerus Hindu,dengan praksis-praksis yang mencerdaskan.
Pada tataran atas,peran pemerintah ataupun partai politik penting untuk melakukan pencerahan-pencerahan kepada masyarakat melalui wacana dan kebijakan publik yang mencerminkan keadilan sosial, serta usaha-usaha untuk menemukan kembali nilai-nilai luhur budaya bangsa.
Dari kelemahan partai politik kita bisa belajar,(1)Pentingnya operasional ideologi yang bukan cuma sekedar wacana dan menjadi retorika organisasi. Dalam hal ini, penerapan apa yang ada dalam buku-buku pedoman organisasi yang telah ada mutlak harus dilaksanakan;(2)secara internal, organisasi ini kurang koordinasi akibat komunikasi yang sangat minim,sehingga yang muncul adalah organisasi pengurus/individu. Permasalahan lainnya adalah dana untuk menggerakkan roda organisasi. Secara eksternal,nama KMHDI jarang terdengar, terutama diluar komunitas Hindu;(3) Pendidikan,hal yang mutlak untuk dilakukan sebagai sarana membentuk watak dan karakter anggota yang sadar akan nilai-nilai Hindu. Pendidikan dalam hal ini kaderisasi adalah masa depan organisasi, karena hanya melaluinya kita dapat tetap eksis.
Kondisi kehidupan berbangsa-bernegara juga mengajarkan kepada kita bahwa,ideologi bukanlah barang mati. Ideologi harus selalu terbuka atas sebuah interpretasi,sepanjang ia mampu dijelaskan secara rasional,dipahami,serta diakui oleh para anggotanya. Ideologi adalah obyek,dan anggota adalah subyek yang sadar. Bersama-sama subyek ini akan membahas dan mengaplikasikan obyek. Pemerintah Orde Baru dan perlakuannya terhadap Pancasila adalah contoh yang salah. Kita tidak butuh ideologi beserta P4 nya.
Ideologi Pendidikan
Saya senang sekali mengutip apa yang pernah dikatakan oleh seorang filsuf pendidikan, Paulo Freire, bahwa tidak ada pendidikan yang netral dan bebas nilai. Bahkan tulisan yang Anda baca sekarang inipun cukup banyak memuat ideologi yang saya yakini. Permasalahannya adalah,apakah Anda peduli? jika ideologi kita sama,maka Anda akan melanjutkan membaca,dan jika ideologi Anda berbeda dengan saya, sebaiknya Anda juga melanjutkan membaca karena paling tidak Anda mulai belajar untuk menerima perbedaan ideologis. Semoga ini akan menyenangkan.
Pendidikan hingga saat ini diyakini oleh sebagian besar orang sebagai kegiatan mulia,mengandung kebajikan, dan sekali lagi bebas nilai. Pikiran kita selama ini masih terendam mitos, tak luput juga para pendidik banyak yang tidak kunjung siuman bahwa mereka punya andil besar dalam pertarungan ideologi dan politik.
Pendidikan dimanapun dikepung situasi dilematis,pro status quo ataukah ingin menjadi agen transformasi sosial menuju masyarakat yang sadar. Dalam buku Ideologi-ideologi Pendidikan oleh William F O'neil, ahli pendidikan University Of Southern California AS ini mengupas enam ideologi yang berkembang di masyarakat dunia. ideologi-ideologi itu adalah: fundamentalisme, intelektualisme, konservatisme, liberalisme, liberasionisme, dan anarkisme. Berbagai ideologi ini kemudian disederhanakan kedalam tiga kelompok besar: konservatif, liberal, dan kritis. Para pendukung konservatif menganggap ketidak adilan sosial sebagai kodrat. Mereka berpandangan kaum miskin, anak jalanan, dan kaum kriminal, semuanya menderita karena kesalahan mereka sendiri. Kaum konservatif mengajukan bukti-bukti dari mereka yang mau berusaha banyak yang berhasil dalam studi,karier,dan hidup bebas di luar penjara. Pendukung liberal beranggapan,pendidikan tidak berkaitan dengan persoalan ekonomi dan politik. Mereka tidak melihat kaitan pendidikan dengan struktur kelas,dominasi politik ,hegemoni budaya,dan diskriminasi jender. Inilah paradigma pendidikan yang berkembang saat ini di Indonesia. Mekanisme pe-rangking-an, untuk memacu persaingan antar murid,membangun gedung-gedung,dan semua hal yang dominan kepada hal-hal fisik, pada akhirnya melalaikan pembangunan mental dan moral. Akibatnya kini kita terperosok dalam pertikaian antar etnis,agama, dan integrasi wilayah. Paradigma liberal hanyalah kosmetik. Ujung-ujungnya adalah human investment. Bangsa Indonesia telah menjadi bagian sekaligus korban dari mesin besar industri kapitalisme.
Paradigma kritis pendidikan menghendaki perubahan struktur sosial secara fundamental. Pendidikan ini mendekonstruksi struktur-struktur sosial,ekonomi, politik, dan budaya yang melambangkan ketidakadilan. KMHDI menganut ideologi pendidikan kritis. Melalui sistem kaderisasinya, mahasiswa dibimbing supaya struktur sosial, budaya, agama, politik tidak diterima begitu saja tetapi justru dipersoalkan. Pendidikan KMHDI tidak dipaksakan dengan teori-teori dari atas. Dengan cara dialogis pengajar dan siswa memulai dengan pengalaman dan pengetahuan bersama. Pengajar dan siswa adalah subyek. Obyeknya adalah realitas yang ada di masyarakat/sekeliling kita. Interaksi pengajar dan siswa dalam proses belajar ini dilakukan sebagai proses yang terus menerus sebagai tujuan untuk mencapai visi KMHDI. Dan tentu saja pendidikan kita tidak bebas nilai. KMHDI berpihak kepada nilai-nilai bersama, yaitu: religiusitas, nasionalisme, humanis, dan pemikiran yang progesif.
Penutup
Setiap orang mempunyai ide-ide dan gagasan. Dalam sebuah organisasi, ide-ide melebur menjadi satu pemahaman dan keinginan. Ideologi KMHDI adalah ideologi terbuka dan bukan dogma, yang menuntut pemahaman dan kesadaran untuk setiap tindakan. Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Dan utamanya, perjuangan adalah pelaksanaan ide-ide, gagasan. Saya meyakini ideologi yang baik adalah ideologi yang mampu di-praxis-kan. Semoga pikiran yang baik datang dari segala arah, sehingga saya dan Anda dapat menerima perbedaan-perbedaan ideologi serta mengambil yang terbaik dalam setiap tindakan. Semoga.
Referensi:
-Lorens Bagus,Kamus Filsafat
-Widodo Dwi Putro,Pertikaian Ideologi
-Samuel P.Huntington,Benturan antar Peradaban dan Masa Depan Politik Dunia
-Mohammad Nasih,Deideologisasi Partai Politik
-Onghokham,Pancasila sebagai Kontrak Sosial
-Sukarno,Dibawah Bendera Revolusi 1
- William F O'neil,Ideologi-ideologi Pendidikan
Dll.
Labels: Hindu, Opini, Organisasi
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home