Marketing Hindu [2]
Rethinking Hindu
Apa yang sering anda dengar tentang Hindu dari orang non Hindu?
Berkasta-kasta, memuja banyak Tuhan, memberi sesajen kepada leluhur atau bahkan mahluk halus, kuno, penuh dengan upacara, tidak praktis dsbnya. Mungkin demikian, karena belum pernah ada survey tentang ini. Jikapun ada pasti akan sarat dengan kontroversi, karena agama adalah masalah keyakinan bukan sekedar rasio yang digunakan. Ada sisi emosional, selain kecerdasan dan spiritual tentunya.
Market (pasar) agama dengan demikian sangat luas. Dari orang yang memiliki kecerdasan kurang, biasa-biasa saja sampai yang sangat rasional, orang yang sangat emosional, biasa-biasa saja, sampai yang sangat spiritualis, spiritualis dengan level yang berbeda-beda.
Hermawan Kartajaya dalam bukunya, Marketing in Venus, mengatakan “kita tinggal di dunia yang lebih emosional dan interaktif dimana emotional quotient lebih unggul dari intelligence quotient, dimana feel lebih penting daripada think”.
Apakah pernyataan diatas berlaku juga di religion market? Mungkin. Bagi sebagian umat memorable experience (pengalaman berkesan) bisa berbeda-beda. Contoh, banten. Ada yang sangat menikmati membuat banten sendiri/bersama, membeli banten, atau bahkan tanpa banten. Dari yang menikmati kemegahan/kemeriahan upacara dengan biaya yang sangat mahal hingga yang cukup dengan bunga dan dupa. Emotional, intelligence dan spiritual quotient masing-masing orang berbeda, dan market agama mencakup semuanya.
Dalam marketing Hindu, kita peduli dengan brand image (citra) Hindu bagi internal dan eksternal customer. Dalam bukunya yang lain, Hermawan Kartajaya mengatakan bahwa positioning (penempatan di hati), dan differentiation (perbedaan) sangat penting untuk menunjang brand image (citra) . Jika positioning dan differentiation kita dicitrakan berbeda dari apa yang kita yakini, tentu akan sangat merugikan karena memunculkan citra negatif.
Istilah-istilah yang berakar dari kosakata Hindu seperti mantra, sesaji, dewa, dewi, Om/ Ong, bisa jadi dipersepsi berbeda bagi orang kebanyakan. Semua karena pengaruh informasi dan teknologi yang tidak benar tentang Hindu. Bahkan di sekolah pun anak-anak kita masih diajarkan oleh guru sejarah bahwa Hindu agama kuno, mistik, dan memuja banyak Tuhan. Hal yang tentunya sangat merugikan, jika tidak bisa dikatakan menyesatkan. Positioning dan differentiation Hindu lebih jauh akan kita bahas pada bagian ketiga tulisan ini.
Brand image Hindu yang dipersepsi salah bahkan negatif tersebut harus diubah. Paling tidak bagi internal customer. Untuk itu pemahaman Hindu harus ditinjau ulang (rethinking) untuk mengubah pola pikir inferior menjadi superior, dari sekedar introvert (melihat ke dalam) juga extrovert (melihat ke luar).
Hindu, jiwa-jiwa tersesat?
Satguru Sivaya Subramuniyaswami mengatakan Hinduism, the Greatest Religion in the World, sebagai jawaban atas Paus yang mengajak para misionaris untuk mengkonversi jiwa-jiwa tersesat di India, membawa mereka kepada Jesus. Lebih jauh beliau mengatakan, “keyakinan agama Hindu merupakan satu set keyakinan tentang karma, reinkarnasi, keberadaan Tuhan yang melingkupi segalanya, dan jalan untuk mencapai kebebasan (moksha). Bentuk-bentuk pemujaannya sangat komplek, disiplinnya kaya dalam yoga. Sejarah agama, tidak ada yang melebihi, lebih tua dari semua agama yang masih hidup sekarang ini, bahkan Hindu telah melahirkan agama Budha (karena Sang Budha lahir dan meninggal sebagai seorang Hindu yang baik), juga agama-agama timur yang lain, yaitu Jainisme, Sikhisme, dsbnya.”
Tentu yang dimaksud oleh Swami bukan secara kuantitas melainkan kualitas. Karena sangat tidak bermanfaat memiliki jumlah pengikut yang besar, tetapi dengan menebar kekerasan dan penipuan..
Hindu telah membuktikan sebagai agama tertua yang masih tumbuh bahkan berkembang hingga sekarang (not only bubble but also sustainable). Meski sering diolok-olok, sebagai agama kuno, akal sehat dan keyakinannya tetap menolak penghapusan dosa, kebangkitan tubuh setelah mati, dan yang pasti tidak membutuhkan seseorang sebagai wakil Tuhan di dunia.
Hindu, penyembah patung?
Seseorang sedang berkhotbah, diantara hal-hal indah yang disampaikannya, ia bertanya, “ Apabila aku memukul sebuah patung mereka dengan tongkat, apa yang dapat dilakukan patung itu? Salah seorang dari yang hadir menjawab dengan pertanyaan, “ Apabila aku melecehkan Tuhanmu apa yang akan mereka lakukan?” Engkau akan dihukum,” kata pengkhotbah itu, pada waktu kamu mati.” Nah, patungku juga akan menghukummu bila kamu mati” jawab orang Hindu itu.
Swami Vivekananda mengatakan, “Tahayul adalah musuh besar manusia, tetapi kefanatikan adalah lebih buruk lagi.”
Mengapa orang Islam sholat menghadap Ka’bah? mengapa salib itu suci? mengapa kaligrafi Islam juga suci? mengapa banyak patung di gereja? Mengapa saat upacara bendera kita memberi hormat kepada bendera?
Bukankah itu juga bisa menjelaskan logika yang sama, bahwa manusia membutuhkan citra kesucian, kemurnian, kebenaran di masa kanak-kanak spiritual untuk menuju Tuhan?
Hindu, polytheisme?
Bukan sekedar polytheisme, ajaran Hindu juga mengatakan tentang monisme, dualisme, atheisme, monotheisme, pantheisme dsbnya. Agama Hindu melampaui istilah-istilah tersebut. Mungkin tidak dapat mereka bayangkan bahwa Hindu telah menemani umat manusia sejak kelahiran pertamanya di dunia, entah kapan, apa dan bagaimana kemampuan berpikir, emosional, budayanya saat itu.
Terlampau sederhana jika mengatakan Hindu hanya mengenal konsep Monotheisme, karena dalam setiap –isme Hindu hadir.
Ada banyak pertanyaaan dan kesalahpahaman yang terjadi di sekitar kita, baik yang tidak disengaja atau memang disengaja. Jika umat se-Dharma tidak cukup pengetahuan dan keyakinannya, cenderung akan mengikuti logika si penanya dan mencari kesamaan-kesamaan antara agama-agama. Tetapi banyak hal yang pastinya berbeda, dan sudah cukup kita mengatakan sama.
Tidak perlu juga berbusa-busa berdebat tiada guna, karena keyakinan seringkali diluar logika. Cara berpikir dan tindakan baik kita, lebih bernilai untuk menunjukkan jati diri. Ingat, umat Hindu yang baik adalah the best religion marketer!
Keyakinan agama-agama berbeda, dan kita harus mengajarkan kepada orang-orang yang belum paham bahwa berbeda itu indah, jika kita semua bisa saling menghargai. Ibarat bunga-bunga tumbuh di taman.
Gandhi, di bulletin Young India menulis: "Semua agama adalah anugerah Tuhan, tetapi bercampur dengan sifat manusia yang tidak sempurna karena agama itu memakai sarana manusia. Agama sebagai anugerah Tuhan berada di luar jangkauan bahasa manusia. Manusia yang tidak sempurna menyampaikan agama itu menurut kemampuan bahasa mereka, dan kata-kata mereka ditafsirkan lagi oleh manusia yang tidak sempurna juga. Tafsiran siapa yang harus dipegang sebagai tafsiran yang tepat. Setiap orang adalah benar dari sudut pandangnya sendiri, namun bukanlah mustahil juga bahwa setiap orang adalah salah".
Betapa indahnya jika dapat memahami pikiran Gandhi diatas. Tentu segala perbedaan, pluralisme dirayakan dalam kehidupan. Sesuatu yang sulit terjadi pada agama-agama hukum (dogmatis). Ilmu marketing mengajarkan bahwa keinginan, kebutuhan masing-masing orang bukan hanya umum tetapi juga sangat spesifik dan individual. Agama Hindu selaras dengan filosofi marketing. Sanathana Dharma ada sejak dahulu kala, sekarang, dan anak cucu kita kelak karena dapat memahami kebutuhan, sekaligus perbedaan-perbedaan customers-nya. Ia tetap tumbuh dan berkelanjutan (bubble and also sustainable).
Rethinking Hindu mengajak kita mengkaji ulang bahkan mengkritisi cara kita berpikir tentang Hindu. Ajaran yang tidak dogmatis memberikan ruang untuk itu semua. Masing-masing dari kita berbeda dalam banyak hal, tetapi tetap berada di jalan Dharma adalah pilihan yang tepat.
Banyak kesalahan pahaman, penipuan, kekerasan fisik/non fisik di luar sana yang mencoba memojokkan keyakinan umat, tapi kitalah yang memutuskan. Mengapa harus berubah keyakinan (agama) dan meninggalkan warisan leluhur? Jika kita telah memilih untuk hidup di jalan Dharma. Jalan yang sama, yang dilalui oleh para leluhur, keluarga, dan teman-teman. Think globally, act locally! kata Naisbitt. Perluas wawasan Hindu global dengan tetap menjalankan kearifan lokal.
Marketing (Hindu) itu penting
(bersambung)
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home