Differensiasi majalah-majalah Hindu
Sebutkan majalah-majalah Hindu yang Anda ketahui? Raditya, Media Hindu, Sarad.
Itu nama-nama yang saya ketahui dan pernah saya baca.
Masih ada yang lain, tetapi saya tidak tahu cukup banyak sehingga tidak berani berkomentar.
Ada majalah yang sudah terbit puluhan tahun, ada yang baru seumur jagung. Mengapa mereka tetap bertahan? Tentu karena ada hukum permintaan. Karena ada pasar yang menciptakan peluang.
Jika kita bedah satu-satu, majalah-majalah yang saya sebutkan diatas memiliki keunikan dan perbedaan masing-masing.
Raditya, apa yang Anda bayangkan ketika mendengar nama majalah ini? Matahari, memberikan pengetahuan agama. Apa lagi? Majalah Hindu Nusantara, dengan berita-berita dari hampir seluruh pelosok Indonesia, bukan hanya Bali. Meski tak bisa dipungkiri, Hindu Indonesia, Bali masih sangat dominan.
Putu Setia. Pasti banyak yang sudah mengenal nama ini. Beliau adalah redaktur senior majalah Tempo. Dengan meng-awak-i Raditya, sebagai pemimpin redaksi tak pelak majalah ini menjadi yang majalah Hindu pertama dan masih bertahan. Disamping majalah, ada juga sayap bisnisnya melalui penerbit Pustaka Manikgeni. Dari sini muncul buku-buku best seller, antara lain: Menggugat Bali (Putu Setia), Mendebat Bali (Putu Setia), Pandita Sakti Wawu Rawuh, Am I a Hindu (terjemahan), Babad Pasek, dsbnya.
Sarad, dengan tagline majalah gumi Bali. Jika top of mind Anda adalah segala hal tentang Bali, Anda sudah benar. Itulah mungkin yang diinginkan dari pembacanya. Karena agama Hindu menjadi spirit budaya Bali, maka ada juga liputannya. Meski tak sebanyak majalah kompetitornya, Sarad tetap memiliki keunikannya. Majalah Hindu Bali.
Penulisan investigasi, tata letak, komposisi dan olah wartawannya yang mengenal Bali cukup baik menjadikan majalah ini enak dibaca. Nyama Bali di luar Bali, sepengetahuan saya banyak merujuk majalah ini untuk melepas kerinduan, atau untuk belajar lebih mendalam tentang budaya Bali. Kadang saya berpikir, mungkin pembacanya di luar Bali lebih banyak dari yang ada di Pulau Bali sendiri.
Dengan wartawan sekelas Gde Aryantha Soethama, yang rajin mengumpulkan artikel-artikelnya untuk dijadikan buku. Antara lain yang pernah saya baca: Basa basi Bali, Bali is Bali, Bali tikam Bali. Sepertinya beliau betul-betul mewakili karakter majalah ini, spesialisasi Bali.
Majalah terakhir, yaitu: Media Hindu. Meski baru, kurang lebih tiga tahun, majalah yang di pimpin oleh Ngakan Putu Putra (Ngakan Made Madrasuta) berhasil membawa warna baru. Liputan Hindu Global (internasional,-pen) dengan tetap membagi lembar halaman dengan wawasan nasional membuat majalah ini penuh kontroversi dan ide-ide baru. Divisi penerbitannya, menguatkan Media Hindu di benak pembaca. Coba saja tengok judul buku-buku yang telah dicetaknya: Saya beragama Hindu, Hindu Agama terbesar di dunia, Bagaimana menjadi Hindu, Hindu agama Universal, Hindu akan ada selamanya, Semua agama tidak sama, dan Nilai-nilai Hindu dalam budaya Jawa. Kemajemukan yang memadukan cara pikir global dengan kearifan lokal.
Tema yang diangkat penuh vitalitas, berkarakter, dan yang lebih penting: berani. Differesiasi inilah yang membuat Media Hindu dicari, karena tidak seperti buku-buku Hindu kebanyakan yang hanya menulis tentang upacara, dan pemahaman ke dalam. Memajukan wawasan umat Hindu melalui para penulis lokal dan internasional (terjemahan), menjadi strategi yang jitu karena berhasil membuat buku-bukunya dicetak ulang berkali-kali.
Raditya, Sarad, dan Media Hindu akan terus tetap tumbuh, seiring minat umat untuk mendalami ajaran agama. Differensiasi dari masing-masing majalah berguna untuk menciptakan, dan kemudian bersama-sama meluaskan pasar.
Raditya akan tetap tumbuh karena fokus kepada materi Hindu Nusantara, bukan hanya Bali. Sarad, fokus utama tetap Hindu Bali dengan liputannya yang dalam. Dan, Media Hindu terus maju dengan wawasan Hindu Global.
Differensiasi memang bukan harga mati, tetapi pasti akan membuat positioning mereka kuat. Brand mereka semakin dikenal luas. Dan hasilnya umat Hindu, khususnya di Indonesia semakin bertambah pengetahuan dan bangga menjadi Hindu.
Mari membaca!
Itu nama-nama yang saya ketahui dan pernah saya baca.
Masih ada yang lain, tetapi saya tidak tahu cukup banyak sehingga tidak berani berkomentar.
Ada majalah yang sudah terbit puluhan tahun, ada yang baru seumur jagung. Mengapa mereka tetap bertahan? Tentu karena ada hukum permintaan. Karena ada pasar yang menciptakan peluang.
Jika kita bedah satu-satu, majalah-majalah yang saya sebutkan diatas memiliki keunikan dan perbedaan masing-masing.
Raditya, apa yang Anda bayangkan ketika mendengar nama majalah ini? Matahari, memberikan pengetahuan agama. Apa lagi? Majalah Hindu Nusantara, dengan berita-berita dari hampir seluruh pelosok Indonesia, bukan hanya Bali. Meski tak bisa dipungkiri, Hindu Indonesia, Bali masih sangat dominan.
Putu Setia. Pasti banyak yang sudah mengenal nama ini. Beliau adalah redaktur senior majalah Tempo. Dengan meng-awak-i Raditya, sebagai pemimpin redaksi tak pelak majalah ini menjadi yang majalah Hindu pertama dan masih bertahan. Disamping majalah, ada juga sayap bisnisnya melalui penerbit Pustaka Manikgeni. Dari sini muncul buku-buku best seller, antara lain: Menggugat Bali (Putu Setia), Mendebat Bali (Putu Setia), Pandita Sakti Wawu Rawuh, Am I a Hindu (terjemahan), Babad Pasek, dsbnya.
Sarad, dengan tagline majalah gumi Bali. Jika top of mind Anda adalah segala hal tentang Bali, Anda sudah benar. Itulah mungkin yang diinginkan dari pembacanya. Karena agama Hindu menjadi spirit budaya Bali, maka ada juga liputannya. Meski tak sebanyak majalah kompetitornya, Sarad tetap memiliki keunikannya. Majalah Hindu Bali.
Penulisan investigasi, tata letak, komposisi dan olah wartawannya yang mengenal Bali cukup baik menjadikan majalah ini enak dibaca. Nyama Bali di luar Bali, sepengetahuan saya banyak merujuk majalah ini untuk melepas kerinduan, atau untuk belajar lebih mendalam tentang budaya Bali. Kadang saya berpikir, mungkin pembacanya di luar Bali lebih banyak dari yang ada di Pulau Bali sendiri.
Dengan wartawan sekelas Gde Aryantha Soethama, yang rajin mengumpulkan artikel-artikelnya untuk dijadikan buku. Antara lain yang pernah saya baca: Basa basi Bali, Bali is Bali, Bali tikam Bali. Sepertinya beliau betul-betul mewakili karakter majalah ini, spesialisasi Bali.
Majalah terakhir, yaitu: Media Hindu. Meski baru, kurang lebih tiga tahun, majalah yang di pimpin oleh Ngakan Putu Putra (Ngakan Made Madrasuta) berhasil membawa warna baru. Liputan Hindu Global (internasional,-pen) dengan tetap membagi lembar halaman dengan wawasan nasional membuat majalah ini penuh kontroversi dan ide-ide baru. Divisi penerbitannya, menguatkan Media Hindu di benak pembaca. Coba saja tengok judul buku-buku yang telah dicetaknya: Saya beragama Hindu, Hindu Agama terbesar di dunia, Bagaimana menjadi Hindu, Hindu agama Universal, Hindu akan ada selamanya, Semua agama tidak sama, dan Nilai-nilai Hindu dalam budaya Jawa. Kemajemukan yang memadukan cara pikir global dengan kearifan lokal.
Tema yang diangkat penuh vitalitas, berkarakter, dan yang lebih penting: berani. Differesiasi inilah yang membuat Media Hindu dicari, karena tidak seperti buku-buku Hindu kebanyakan yang hanya menulis tentang upacara, dan pemahaman ke dalam. Memajukan wawasan umat Hindu melalui para penulis lokal dan internasional (terjemahan), menjadi strategi yang jitu karena berhasil membuat buku-bukunya dicetak ulang berkali-kali.
Raditya, Sarad, dan Media Hindu akan terus tetap tumbuh, seiring minat umat untuk mendalami ajaran agama. Differensiasi dari masing-masing majalah berguna untuk menciptakan, dan kemudian bersama-sama meluaskan pasar.
Raditya akan tetap tumbuh karena fokus kepada materi Hindu Nusantara, bukan hanya Bali. Sarad, fokus utama tetap Hindu Bali dengan liputannya yang dalam. Dan, Media Hindu terus maju dengan wawasan Hindu Global.
Differensiasi memang bukan harga mati, tetapi pasti akan membuat positioning mereka kuat. Brand mereka semakin dikenal luas. Dan hasilnya umat Hindu, khususnya di Indonesia semakin bertambah pengetahuan dan bangga menjadi Hindu.
Mari membaca!
Labels: Hindu
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home