Marketing Hindu (3)
Marketing (Hindu) itu penting
Di pagar rumah Pak RT, di depan rumah saya, terpasang tulisan GRATIS : 1) Pengamen, 2) Sales. Tentu anda paham maksudnya. Tetapi mengapa sales sebagaimana pengamen ditolak sebagai profesi?
Mungkin karena secara umum kedua profesi tersebut lebih banyak menggangu kehidupan kampung daripada memberi manfaat. Suatu ironi, jika kita tahu bahwa sales adalah salah satu aktifitas paling tua, dan dilakukan oleh setiap orang.
Sales (penjual) adalah bagian dari marketing (pemasaran). Perbedaannya lebih kepada, sales menjual door to door (langsung) sedangkan marketing mengurusi konsep strategis penjualan jasa/barang. Sebagaimana ilmu-ilmu lainnya marketing memiliki filsafatnya sendiri. Definisi yang diberikan oleh Philip Kotler, Marketing adalah aktivitas manusia yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran. Definisi ini kemudian dikembangkan lebih jauh, bersama Hermawan Kartajaya menjadi sebuah konsep bisnis strategis yang bertujuan untuk meraih kepuasan berkelanjutan bagi ketiga stakeholder utama: pelanggan, orang-orang dalam organisasi itu, serta para pemegang saham.
Sampai disini tampak tidak ada hubungan antara marketing dengan Hindu. Marketing adalah aktivitas ekonomi, sedangkan Hindu adalah agama, sekaligus jalan hidup. Pengalaman saya selama 5 (lima ) tahun di bidang marketing mengajarkan bahwa marketing (pemasaran) adalah sebuah konsep umum yang bisa diterapkan bagi individu. Produk dan jasa yang ditawarkan kemudian bisa menjadi apa saja, termasuk diri sendiri. Mungkin kedengarannya aneh, tapi Joe Girard telah membuktikannya. Joe Girard, seorang pemasar terhebat di dunia (tercatat dalam Guinness Book of World Records) mengatakan orang membeli produk/jasa kita lebih karena mereka percaya kepada kita. Percaya bahwa kita dapat dipercaya, memiliki integritas sehingga kemudian membeli apapun yang kita jual. Ia juga mengatakan, setiap orang adalah pemasar. Seorang anak kecil yang ingin dibelikan boneka oleh ayahnya melakukan aktivitas pemasaran. Anda datang tepat waktu dan bekerja di kantor dengan baik juga aktifitas pemasaran. Apa yang anda jual? Diri anda sendiri.
Hubungan marketing dengan Hindu sudah saya paparkan dalam tulisan-tulisan sebelumnya, antara lain:
1. Hindu adalah sebuah nama yang dikenal (brand). Bukan seperti brand kebanyakan, Hindu sudah ada sejak dulu kala, jauh sebelum agama-agama baru muncul dan menjadi warisan sekaligus kebanggaan keluarga (heritage brand).
2. Hindu, sebagaimana filsafat marketing kontemporer mengerti kebutuhan / keinginan individu yang berbeda-beda, sekaligus memberi kepuasan berkelanjutan bagi para pemeluknya.
3. Hindu, agama missi. Marketing sebagaimana Hindu masih memiliki banyak hal yang disalahpahami oleh awam. Hindu sebagai agama missi, berbeda dengan milik agama-agama lain. Aktifitas Dharma duta (marketing) Hindu, seperti yang dilakukan Rsi Agastya, Swami Vivekananda, Gandhi, dsbnya.
4. Pemeluk Hindu yang baik adalah the best religion marketer. Para Dharma duta Hindu telah membuktikan, menyebarkan ajaran agama, tanpa pedang dan kekerasan. Pemikiran, ucapan, dan perilaku yang baik dari pemeluk Hindu lah yang akan membuktikan kebenaran ajaran Dharma.
Mengapa marketing Hindu penting?
1. Setiap jaman memiliki tantangannya masing-masing. Kita mungkin tidak lagi hidup di masa peperangan fisik, tetapi beralih rupa menjadi “marketing war” dimana perang informasi dan teknologi menjadi sangat dominan. Segalanya kemudian menjadi tidak netral (tidak bebas nilai) termasuk dunia pendidikan, media (televisi, koran, dsbnya). Informasi tentang Hindu sering disalahpahami, dan dipersepsi negatif.
2. Istilah-istilah, nama-nama Hindu dalam masyarakat telah menjadi generic brand. Nama-nama Hindu, seperti: Surya, Darma, sebagaimana istilah Dewa, Avatar, dsbnya menjadi milik umum tanpa mereka tahu akar dari semua itu.
3. Marketing Hindu, mengajak kita berpikir ulang tentang ke-Hindu-an kita (Rethinking Hindu). Bagaimana kita memahaminya? Bagaimana kita mempraktikkanya dalam kehidupan sehari-hari? Menyadari banyak kesalahpahaman informasi di luar sana, dan akhirnya mengajak kita untuk berbuat sesuatu. Keluar dan memberi informasi yang benar kepada mereka.
Sebagai sebuah brand, Hindu memiliki positioning (tempat di hati) dan differentiation (perbedaan) positif yang harus tetap dijaga. Segitiga positioning, diferensiasi, dan brand (PDB) diatas menurut Hermawan Kartajaya adalah core strategy (strategi kunci) dalam pemasaran. Begitu juga bagi marketing Hindu.
Pertama-tama kita harus memposisikan Hindu dengan jelas di benak customers.
Customers, bukan customer. Berarti ketiga pelanggan kita, yaitu: pemeluk Hindu kebanyakan (awam), tokoh / pengurus organisasi-organisasi Hindu, dan pemerintah / swasta/ perseorangan. Stakeholder utama Hindu.
Posisi Hindu adalah ajaran agama yang membawa damai bagi setiap orang, membawa kebahagiaan sekaligus kepuasan dengan tetap menghargai perbedaan individu.
Posisi Hindu yang benar dalam pemikiran semua orang, akan membawa penempatan posisi yang juga benar di dalam hati.
Positioning Hindu harus memiliki diferensiasi yang kokoh agar memiliki kredibilitas dan dipersepsi positif di benak customers. Lalu apa diferensiasi kita ?
Hindu agama tertua di dunia yang terus tumbuh dan berkembang (Sanathana Dharma), Hindu bukan agama hukum (dogmatis), Hindu menghargai perbedaan masing-masing individu dalam hal intelektual, emosional dan pencarian spiritual dalam ajaran agama.
Positioning dan diferensiasi yang kokoh akan membentuk brand integrity (integritas merek) yang pada akhirnya akan menjadikan brand image Hindu kuat.
Jika proses penguatan diatas berjalan sempurna maka akan tercipta self reinforcing mechanism (proses penguatan berkelanjutan) diantara ketiga unsur positioning-diferensiasi-brand.
Tetapi, jika yang terjadi sebaliknya, misal: pinandhita yang berkata kasar, tokoh umat yang berkelahi (fisik), umat yang mengagung-agungkan kelompok (sampradaya) nya sendiri, dsbnya tentu ini tidak baik. Akan memberi citra negatif, tidak sesuai dengan positioning, dan differentiation yang coba kita bangun. Seakan-akan membenarkan stereotif orang-orang yang salah memandang Hindu.
Marketing Hindu, bukan untuk menjual agama demi kepentingan materi. Marketing Hindu bukan untuk menipu, memaksa orang-orang non Hindu untuk “kembali” menjadi Hindu. Marketing Hindu adalah gabungan filsafat marketing (pemasaran) dan ajaran Hindu yang akan mengantarkan warisan leluhur kepada anak cucu kita kelak.
Apa yang kini kita yakini sebagai jalan kebenaran (Dharma), mari kita pertahankan dan sebarkan (Dharma duta). Disinilah peran bersama umat Hindu untuk bersinergi satu dengan lainnya. Umat Hindu yang baik akan membawa pengaruh positif bagi lingkungannya. Itulah yang kita berikan kepada internal (umat) dan eksternal customer (non Hindu) kita.
Sekian.
Di pagar rumah Pak RT, di depan rumah saya, terpasang tulisan GRATIS : 1) Pengamen, 2) Sales. Tentu anda paham maksudnya. Tetapi mengapa sales sebagaimana pengamen ditolak sebagai profesi?
Mungkin karena secara umum kedua profesi tersebut lebih banyak menggangu kehidupan kampung daripada memberi manfaat. Suatu ironi, jika kita tahu bahwa sales adalah salah satu aktifitas paling tua, dan dilakukan oleh setiap orang.
Sales (penjual) adalah bagian dari marketing (pemasaran). Perbedaannya lebih kepada, sales menjual door to door (langsung) sedangkan marketing mengurusi konsep strategis penjualan jasa/barang. Sebagaimana ilmu-ilmu lainnya marketing memiliki filsafatnya sendiri. Definisi yang diberikan oleh Philip Kotler, Marketing adalah aktivitas manusia yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran. Definisi ini kemudian dikembangkan lebih jauh, bersama Hermawan Kartajaya menjadi sebuah konsep bisnis strategis yang bertujuan untuk meraih kepuasan berkelanjutan bagi ketiga stakeholder utama: pelanggan, orang-orang dalam organisasi itu, serta para pemegang saham.
Sampai disini tampak tidak ada hubungan antara marketing dengan Hindu. Marketing adalah aktivitas ekonomi, sedangkan Hindu adalah agama, sekaligus jalan hidup. Pengalaman saya selama 5 (lima ) tahun di bidang marketing mengajarkan bahwa marketing (pemasaran) adalah sebuah konsep umum yang bisa diterapkan bagi individu. Produk dan jasa yang ditawarkan kemudian bisa menjadi apa saja, termasuk diri sendiri. Mungkin kedengarannya aneh, tapi Joe Girard telah membuktikannya. Joe Girard, seorang pemasar terhebat di dunia (tercatat dalam Guinness Book of World Records) mengatakan orang membeli produk/jasa kita lebih karena mereka percaya kepada kita. Percaya bahwa kita dapat dipercaya, memiliki integritas sehingga kemudian membeli apapun yang kita jual. Ia juga mengatakan, setiap orang adalah pemasar. Seorang anak kecil yang ingin dibelikan boneka oleh ayahnya melakukan aktivitas pemasaran. Anda datang tepat waktu dan bekerja di kantor dengan baik juga aktifitas pemasaran. Apa yang anda jual? Diri anda sendiri.
Hubungan marketing dengan Hindu sudah saya paparkan dalam tulisan-tulisan sebelumnya, antara lain:
1. Hindu adalah sebuah nama yang dikenal (brand). Bukan seperti brand kebanyakan, Hindu sudah ada sejak dulu kala, jauh sebelum agama-agama baru muncul dan menjadi warisan sekaligus kebanggaan keluarga (heritage brand).
2. Hindu, sebagaimana filsafat marketing kontemporer mengerti kebutuhan / keinginan individu yang berbeda-beda, sekaligus memberi kepuasan berkelanjutan bagi para pemeluknya.
3. Hindu, agama missi. Marketing sebagaimana Hindu masih memiliki banyak hal yang disalahpahami oleh awam. Hindu sebagai agama missi, berbeda dengan milik agama-agama lain. Aktifitas Dharma duta (marketing) Hindu, seperti yang dilakukan Rsi Agastya, Swami Vivekananda, Gandhi, dsbnya.
4. Pemeluk Hindu yang baik adalah the best religion marketer. Para Dharma duta Hindu telah membuktikan, menyebarkan ajaran agama, tanpa pedang dan kekerasan. Pemikiran, ucapan, dan perilaku yang baik dari pemeluk Hindu lah yang akan membuktikan kebenaran ajaran Dharma.
Mengapa marketing Hindu penting?
1. Setiap jaman memiliki tantangannya masing-masing. Kita mungkin tidak lagi hidup di masa peperangan fisik, tetapi beralih rupa menjadi “marketing war” dimana perang informasi dan teknologi menjadi sangat dominan. Segalanya kemudian menjadi tidak netral (tidak bebas nilai) termasuk dunia pendidikan, media (televisi, koran, dsbnya). Informasi tentang Hindu sering disalahpahami, dan dipersepsi negatif.
2. Istilah-istilah, nama-nama Hindu dalam masyarakat telah menjadi generic brand. Nama-nama Hindu, seperti: Surya, Darma, sebagaimana istilah Dewa, Avatar, dsbnya menjadi milik umum tanpa mereka tahu akar dari semua itu.
3. Marketing Hindu, mengajak kita berpikir ulang tentang ke-Hindu-an kita (Rethinking Hindu). Bagaimana kita memahaminya? Bagaimana kita mempraktikkanya dalam kehidupan sehari-hari? Menyadari banyak kesalahpahaman informasi di luar sana, dan akhirnya mengajak kita untuk berbuat sesuatu. Keluar dan memberi informasi yang benar kepada mereka.
Sebagai sebuah brand, Hindu memiliki positioning (tempat di hati) dan differentiation (perbedaan) positif yang harus tetap dijaga. Segitiga positioning, diferensiasi, dan brand (PDB) diatas menurut Hermawan Kartajaya adalah core strategy (strategi kunci) dalam pemasaran. Begitu juga bagi marketing Hindu.
Pertama-tama kita harus memposisikan Hindu dengan jelas di benak customers.
Customers, bukan customer. Berarti ketiga pelanggan kita, yaitu: pemeluk Hindu kebanyakan (awam), tokoh / pengurus organisasi-organisasi Hindu, dan pemerintah / swasta/ perseorangan. Stakeholder utama Hindu.
Posisi Hindu adalah ajaran agama yang membawa damai bagi setiap orang, membawa kebahagiaan sekaligus kepuasan dengan tetap menghargai perbedaan individu.
Posisi Hindu yang benar dalam pemikiran semua orang, akan membawa penempatan posisi yang juga benar di dalam hati.
Positioning Hindu harus memiliki diferensiasi yang kokoh agar memiliki kredibilitas dan dipersepsi positif di benak customers. Lalu apa diferensiasi kita ?
Hindu agama tertua di dunia yang terus tumbuh dan berkembang (Sanathana Dharma), Hindu bukan agama hukum (dogmatis), Hindu menghargai perbedaan masing-masing individu dalam hal intelektual, emosional dan pencarian spiritual dalam ajaran agama.
Positioning dan diferensiasi yang kokoh akan membentuk brand integrity (integritas merek) yang pada akhirnya akan menjadikan brand image Hindu kuat.
Jika proses penguatan diatas berjalan sempurna maka akan tercipta self reinforcing mechanism (proses penguatan berkelanjutan) diantara ketiga unsur positioning-diferensiasi-brand.
Tetapi, jika yang terjadi sebaliknya, misal: pinandhita yang berkata kasar, tokoh umat yang berkelahi (fisik), umat yang mengagung-agungkan kelompok (sampradaya) nya sendiri, dsbnya tentu ini tidak baik. Akan memberi citra negatif, tidak sesuai dengan positioning, dan differentiation yang coba kita bangun. Seakan-akan membenarkan stereotif orang-orang yang salah memandang Hindu.
Marketing Hindu, bukan untuk menjual agama demi kepentingan materi. Marketing Hindu bukan untuk menipu, memaksa orang-orang non Hindu untuk “kembali” menjadi Hindu. Marketing Hindu adalah gabungan filsafat marketing (pemasaran) dan ajaran Hindu yang akan mengantarkan warisan leluhur kepada anak cucu kita kelak.
Apa yang kini kita yakini sebagai jalan kebenaran (Dharma), mari kita pertahankan dan sebarkan (Dharma duta). Disinilah peran bersama umat Hindu untuk bersinergi satu dengan lainnya. Umat Hindu yang baik akan membawa pengaruh positif bagi lingkungannya. Itulah yang kita berikan kepada internal (umat) dan eksternal customer (non Hindu) kita.
Sekian.
Labels: Hindu
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home